Selasa, 01 Oktober 2019

The Key of Success : Ikhlas atas Ketetapan-Nya

Masih tentang 'Kunci Kesuksesan'. Dan lagi-lagi kisah perjuangan kawan saya yang mana baru saja saya mendengar kabar baik darinya yang telah lama berjuang. Yap, baru saja ia mendapatkan petunjuk atau hikmah dari sebuah kejadian yang kian ia alami. Seperti biasa, agaknya kisah ini tertulis dengan begitu panjangnya. Namun semoga dapat memberikan pelajaran berharga dan dapat memantik hikmah bagi para pembaca. 😊
Baru saja saya kembali mendapat kabar bahagia dari kawan seperjuangan saya ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Akhir dulu. Ya, sebut saja namanya "SARI". Saya tahu betul gigih perjuangan nya untuk meraih gerbang kesuksesan selama masa sekolah dulu. Ia termasuk dalam kategori kawan 'karib' saya sejak kami duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Yap, enam tahun kami berada dalam satu tanah sekolah. Sekolah kami memang tergolong dalam sekolah yang begitu "strick" dalam memberikan nilai ujian. Tidak akan ada yang bisa ataupun berani mencontek saat ujian, nilai ujian kami adalah benar-benar 100% murni hasil jerih payah kami. Tak heran, seringkali murid yang lalai dalam belajar sedikit saja, ia tentu akan tinggal kelas hingga memakan waktu sekolah lebih lama dari biasanya. 

Seringkali saya memergoki mata Sari yang membengkak lagi wajahnya yang begitu merah. (Ya, maklum, dia adalah sosok wanita yang memiliki kulit begitu putih lagi bersih). Dan seringkali pula, saya tidak menanyakan sebab dari kebengkakan matanya itu, sebab saya tahu, terkadang seseorang yang sedang atau baru saja menangis tentu tidak nyaman jikalau diajak berbicara apalagi ditanya sebab dari tumpahnya air matanya tersebut. Saya hanya memerhatikan gerak-geriknya usai ia menangis, hingga beberapa saat usai tangisannya mereda dan warna kulit wajahnya telah kembali normal, saya sedikit mengajaknya berinteraksi. Dan rupanya benar, ia sedang kesulitan memahami beberapa pelajaran dan memiliki "rasa takut gagal".

Agaknya hampir seluruh murid di sekolah kami pasti pernah merasakan adanya "takut gagal" itu. Bagaimana tidak? Pelajaran dengan buku-buku super tebal harus kami lahap habis hanya dalam waktu yang begitu singkat agar dapat menjawab segala macam bentuk soal-soal ujian. Dan jikalau kami gagal, tentu kami akan menjadi murid yang begitu terkenal seantero sekolah kami ini. Belum lagi ditambah dengan rasa malu plus orangtua yang akan merasakan kekecewaan begitu mendalam. Ah, tak kuasa kami membayangkannya. 

Saya pun pernah satu kelas dengannya, saat saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, setara dengan kelas sebelas lebih tepatnya. Kami seringkali melakukan 'refleksi otak', dengan cara bernapas dengan candaan ringan saat jam istirahat tiba. Sering bertukar pikiran, saling mendoakan saat ujian, atau bahkan hingga membeli jajanan ringan bersama-sama. Sapaan disetiap kali adanya pertemuan di antara kami pun, tak pernah kami lewatkan. Hingga saling meledek dengan tawa yang ikhlas, agaknya telah mendarah daging pada diri kami. Ah, itulah. Ia adalah sosok kawan yang tiada dua. 😂

Usai gelar kelulusan telah menancap pada tubuh kami, dan saya telah memulai perkuliahan. Keheningan mulai saya rasakan tanpa mendapatkan kabar lagi darinya. Namun, Alhamdulillah beberapa bulan pada awal perkuliahan saya (2018) saya kembali mendapatkan kontaknya melalui grub angkatan yang memang ramai dengan nomor-nomor whatsapp cantik milik kawan-kawan seperjuangan itu. Dan, rupanya ia telah memulai perkuliahannya di salah satu universitas (yang tergolong terkenal dengan kampus cabang yang dimilikinya yang terletak di seluruh Indonesia) di kota Sidoarjo, dan kebetulan ia pun berasal dari kota tersebut. Hingga sekitar bulan Januari 2019, ia bertanya kepada saya mengenai tatacara untuk dapat melanjutkan kuliah tingkat sarjana di Mesir atau Sudan. Rupanya ia berniat untuk melanjutkan kuliahnya di negara tersebut, hingga jikalau memang Allah taqdirkan ia untuk dapat mengenyam mimpinya, tentu kuliahnya di kampus Sidoarjo itu akan ia lepas. Saya pun memberi masukan padanya mengenai tata cara untuk meraih mimpinya di Negeri Kinanah atau Negeri Dua Nil tersebut dengan hangat plus sedikit kata-kata penyemangat.

Singkat cerita, rupanya ia menggugurkan mimpinya untuk melanjutkan kuliah di Timur Tengah tersebut. Sebab adanya beberapa kendala dan hal-hal yang harus ia pertimbangkan lebih lanjut. Tak apa, pasti ada hikmah di balik sebuah kejadian, gumam saya. Hingga akhirnya ia tetap mengenyam masa studi sarjana nya di kampus lamanya itu. 

Dimulai dari beberapa hari yang lalu, seringkali ia mengajak saya berdiskusi secara online mengenai beberapa polemik kehidupan serta beberapa pelajaran kuliah tertentu, saya pun menerimanya dengan begitu hangat, sebab hal ini tentu dapat me-refresh ulang pelajaran saya yang bisa jadi telah saya lupa. Sambil menambah wawasan yang belum tentu saya tahu juga. Hingga tepat pada tanggal 01 Oktober 2019, ia baru saja berani bercerita pada saya. Rupanya ia sedang berada di Malaysia untuk mengenyam masa studinya selama satu semester ke depan sebagai student exchange dari kampusnya dari tiga orang terpilih (fully funded). Yassalam, Allah memang terlalu romantis pada setiap hambanya. Tidak sampai di situ saja, dekan program studinya di kampus juga berkata padanya, "Anda belum ada keinginan untuk menikah sebelum lulus S1 bukan? Sebab saya akan membimbing anda hingga anda dapat mengenyam studi Magister di Timur Tengah dengan di bawah naungan beasiswa!". MashaAllah. Seketika itu tanpa sadar mata saya tidak kuasa lagi membendung buliran air mata. Sebab saya tahu betul, perjuangan ia dan kegigihannya agar dapat menerima segala ilmu dengan mudah nan lancar. Hingga ia pun sempat merasakan adanya "hampir putus asa" sebab tidak dapat meneruskan mimpinya untuk kuliah sarjana di Timur Tengah, namun akhirnya ia ikhlas. Hingga dari keikhlasan itulah, pada akhirnya Allah antarkan ia pada gerbang kesuksesan yang sesungguhnya. Seolah-olah dikatakan padanya, "ini lho ganti dari rasa ikhlas kau untuk melepaskan". Ah, kuasa-Nya seolah tak dapat lagi di ukirkan dengan kata-kata. 

Saya jadi teringat pada salah satu potongan ayat dalam kitab suci Al-Qur'an yang terletak pada surat Ali Imron ayat 159 :

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Yap. Pada intinya manusia tidak akan pernah sendiri. Manusia tidak akan pernah berjuang sendirian selama Allah masih melekat kuat dalam dadanya. Tawakkal di sini pun agaknya mengandung sedikit kata tersirat ; ikhlas saat tak mendapatkannya dan bersyukur saat mendapatkannya. Saya jadi teringat dengan pesan ibu saya yang selalu saya pegang dengan begitu erat, "Di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun kau. Selalu camkan, Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus. Sebab kita tak tau, rencana atau keinginan kita yang manakah yang Allah ridhoi". Dan tak lupa pula pada pesan ayah saya, sebagaimana yang telah saya cantumkan pada tulisan saya sebelumnya, "Bahwa manusia hanya dapat berusaha dan berdo'a. Perihal hasil itu urusan Allah, kita tak perlu mencampuri urusan-Nya".

Itulah seuntai kisah yang semoga dapat memberikan pelajaran bagi para pembaca. Bahwa sukses tak pandang bulu. Cukup sekian tulisan ini saya buat, semoga bermanfaat dan mengundang banyak gairah kecintaan kita untuk meraih ridho Allah. Mohon maaf jikalau ada kesalahan penulisan maupun perkataan. Jikalau ada kesalahan sesungguhnya datangnya hanya dari saya, dan jikalau ada kebaikan sesungguhnya datangnya hanya dari Allah semata.

Selamat Merebut Ridho Allah..  😊

_OyekJiddan_

1 komentar: