Senin, 23 September 2019

The Keys of Success : IKHTIAR DO'A TAWAKKAL dan IKHLAS

Setiap insan tentu memiliki mimpi, angan ataupun cita-cita yang membuat dirinya melakukan segala hal agar cita tersebut dapat tercapai. Namun agaknya suatu cita tidak dapat diraih dengan begitu mudah, melainkan butuh perjalanan yang kian berkelok. Ya, meskipun banyak pula jiwa-jiwa yang dengan begitu mudah mewujudkan segala keinginannya, namun, tulisan ini saya buat, untuk mengisahkan dua insan yang memiliki kisah perjuangan hampir sama dalam proses menuju gerbang perkuliahan. Namun, sebelumnya, saya ingatkan bahwa agaknya tulisan ini akan nampak begitu panjang, sebab mengisahkan perjalanan dua insan. Meski demikian, semoga tulisan ini dapat memetik pelajaran bagi para pembaca khususnya dalam proses meraih suatu keberhasilan. :)

Kisah pertama akan saya mulai dari kawan saya, ya, sebut saja namanya "NIHAQ", kawan saya selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Ia adalah sosok pribadi yang terkenal dengan kecantikan parasnya, kemahirannya dalam berpikir, serta lahjah bahasa inggris nya yang 'British'. Bahkan agaknya satu angkatan, atau mungkin satu sekolah tidak akan asing akan sosoknya. Saya tak begitu dekat dengannya, hanya sekadar tau. Namun pada bulan Agustus 2019 (2 tahun usai kelulusan kami di bangku SMA) ia menyambung silaturahim dengan saya dengan menyatakan keinginannya untuk singgah di Surabaya sebab ia hendak mencari informasi mengenai perkuliahan di Tiongkok dan Prancis yang mana pusat studi dua negara tersebut berada di kota Surabaya. Lantas saya pun menemani perjalanannya selama di Surabaya, dan kebetulan hari jum'at hingga ahad saya libur kuliah (kebetulan ia juga menetap di Surabaya pada hari-hari tersebut). Namun sayangnya, ketika kami tiba di pusat studi Tiongkok, rupanya pendaftaran perkuliahan telah ditutup. Kami pun bergegas menuju pusat studi Prancis dan rupanya petugas sedang libur. Tentu hal ini membuat saya sedikit iba dengannya sebab niat baiknya di Surabaya untuk mencari informasi menuju gerbang perkuliahan belum terpenuhi. Saya pun menghibur nya dengan mengajaknya berkelana ke beberapa tempat di Surabaya yang "saya pun belum pernah menginjakkan kaki di tempat-tempat tersebut" sebab 15 bulan menetap di Surabaya rupanya belum bisa membuat saya menelusuri tempat-tempat yang indah di Surabaya ini. :)

Sepanjang menetap di Surabaya, kami banyak bertukar pengalaman serta pendapat dari beberapa kejadian yang sedang booming di dunia Internasional (kebetulan ia sangat berminat dalam Hubungan Internasional yang mana sesuai pula dengan jurusan yang saya geluti saat ini) hingga yang pada mulanya kami tak mengenal atau hanya sekadar tau, pun menjadi kenal dan dapat dibilang "pertemanan yang dekat", mungkin memang hanya 3-5 hari ia menetap di Surabaya, namun agaknya sebab banyaknya interaksi yang kami lakukan menciptakan pendekatan pertemanan yang terjadi. 

Ia pun sudah benar-benar ikhlas jikalau ia harus menunda lagi masa perkuliahannya hingga tahun depan, namun di samping itu, ia terus berdo'a dan berusaha untuk dapat meraih bangku kuliah tahun ini. Sempat kaget sebenarnya, mendengar kisah perjalanannya. Rupanya, ia sangat ingin kuliah di luar negeri, Turki lebih tepatnya. Tahun lalu, ia sudah di terima di Universitas Brawijaya, kelas Internasional, namun sebab adanya perasaan idealis dalam meraih mimpi, ia mengurungkan niatnya untuk daftar ulang di UB, meski sebenarnya ia telah bersusah payah agar lolos dalam seleksi dan ia telah menempuh perjalanan dari Tegal menuju Malang sendirian. Begitupun pada beberapa tempat yang lain. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengejar nilai IELTS pada suatu lembaga bimbel di Jakarta, dan pada bulan Maret 2019 ia telah meraih score IELTS yang telah ia perjuangkan tersebut. Singkat cerita, sebab adanya perasaan idealis tadi, ia terus mengirim email pada beberapa kampus di Turki, agar ia dapat lolos. Adapun beberapa kampus yang telah menerimanya untuk menjadi mahasiswa di Universitas tersebut, namun agaknya ia tetap merasa belum mendapatkan kampus yang cocok dengan dirinya (meskipun sudah lolos seleksi). Hingga semalam, tepat pada tanggal 22 September 2019, ia memberi kabar baik pada saya bahwa rupanya ia telah lolos seleksi di Universitas Ankara, Turki. Yassalam, bagaimana saya tidak ikut bahagia mendengar keberhasilannya itu?. Universitas Ankara adalah kampus yang ia idam-idamkan tersebut. Namun beberapa kali ia mengirimkan email ke pihak kampus, hasilnya tetap sama, bahwa ia belum bisa menjadi bagian dari kampus tersebut. Hingga pada akhirnya, ia kembali mengirim email pada pihak akademik kampus (me-lobby) hingga mengirimkan berkas-berkas pendukung seperti, sertifikat award, dls. Alhamdulillah akhirnya pihak kampus dapat mempertimbangkan kembali pengajuannya, dan pada akhir Agustus kemarin, ia berhasil menerima LoA dari pihak kampus. 

Kisahnya membuat saya memutar kembali pengalaman silam saya, saat ingin menggapai gerbang pintu perkuliahan. Tepatnya tahun 2018. Sebenarnya saya dan kawan saya ini adalah alumni SMA pada tahun 2017, namun sebab di sekolah kami salah satu syarat dapat menerima ijazah adalah melakukan pengabdian pada suatu lembaga minimal 1 tahun lamanya, akhirnya kami pun baru dapat memulai perkuliahan pada tahun 2018. 

Dari dulu saya ingin sekali menimba ilmu di negara timur tengah, Mesir khususnya. Ditambah dengan minat saya yang sangat mencintai ilmu hadis dan tafsir, untuk merasakan kuliah di negeri para nabi tersebut tentu adalah hal yang sangat ingin diraih. Namun demikian, saya memiliki sifat yang hampir sama dengan Nihaq, sama-sama suka mencoba, meski sebenarnya tujuan aslinya hanya pada satu titik, alias terlalu idealis. Selama masa pengabdian, saya pun mencoba untuk mendaftarkan diri di beberapa universitas berlabel 'beasiswa'. Pada bulan April 2018, Alhamdulillah saya mendapatkan balasan email yang menyatakan bahwa saya telah diterima untuk menempuh jenjang sarjana di salah satu kampus di Malaysia, jurusan Farmasi. Namun, saat saya mengabarkan pada kedua orangtua saya, katanya, "coba saja semua". Hingga akhirnya saya melepas kampus tersebut.  Lalu pada bulan Mei 2018, saya kembali menerima email yang menyatakan bahwa saya diterima di salah satu kampus di Maroko, jurusan Sastra Arab. Dan saat saya mengabarkan pada kedua orangtua saya, jawaban yang sama tetap saya dapatkan dari beliau. Saya pun menanti-nantikan pengumuman kelulusan seleksi pada negara tujuan Mesir (negeri impian), namun rupanya pengumuman tersebut diundur oleh pihak KEMENAG dengan jangka waktu yang cukup lama. Di samping menunggu pengumuman Mesir, saya pun kembali mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di Sudan. Dan Alhamdulillah, sebelum pengumuman seleksi Mesir tersebut, saya sudah terlebih dahulu mendapatkan pengumuman bahwa saya telah resmi diterima menjadi mahasiswa di Universitas Al-Qur'anul Karim dan Ilmu Islam yang terletak di kota Omdurman, Sudan. Hal ini tentu membuat saya seolah berpikir bahwa agaknya inilah kampus yang terbaik itu, sebab rupanya saat pengumuman Mesir telah terbit, nama saya tidak tampak pada laman kelulusan. Saya pun telah mengikhlaskan nya dari jauh-jauh hari, sebab saya telah memantapkan hati untuk memulai perkuliahan di Negeri Dua Nil tersebut. 

Pemberkasan pun telah diselesaikan, kedua orangtua saya juga telah menyetujui keberangkatan saya untuk kuliah di Sudan dengan beasiswa tersebut, yang dapat dibuktikan dengan pembubuhan tanda tangan kedua orangtua saya pada lembaran kesepakatan beasiswa. Sayang, rupanya Allah berkehendak lain. Allah memang Maha Membolak-balikkan hati manusia. 

Tiba-tiba saja saat saya hendak menyiapkan berkas untuk kepengurusan pembuatan visa pelajar Sudan, Ayah saya menghampiri saya, dan berkata dengan lembutnya, "saat kedua raga telah berpisah dengan jarak dan waktu hingga tujuh tahun lamanya, kemudian kedua raga tersebut dapat menyatu kembali dalam waktu yang singkat untuk melepas kerinduan, apakah kau rela untuk melepaskan kedua raga itu kembali, sedangkan kau tahu bahwa usai empat tahun masa perkuliahan dan rupanya kau telah dipinang seseorang maka saya tak dapat lagi mencegahnya? Apakah kau rela jikalau kerinduan tidak terbayarkan hingga maut memisahkan?".

Kata-kata tersebut menepis relung hati saya seketika, membuat saya memutar ulang pemikiran saya serta mimpi dan do'a yang telah saya bangun. Namun saya pun tak mungkin membiarkan kedua raga itu tak bersatu kembali usai masa perantauan selama tujuh tahun lamanya. (SMP, SMA + masa pengabdian 1 tahun). Saya hanya menjawab perkataan ayah saya dengan diam, tanpa suara dan ekspresi. Sebab niat utama saya menuntut ilmu hanyalah satu, "agar orangtua saya bahagia". Namun jikalau demikian jadinya, bukankah kebahagiaan kedua orangtua saya rupanya bukan terdapat pada kuliahnya saya di luar negeri sebab lamanya tak bertemu?. 

Malam itu saya berdo'a keras, berusaha menembus batasan langit ke tujuh. و لم أكن بدعآئك ربي شقيا... Keesokan harinya saya telah benar-benar mengikhlaskan segala hal. Ayah saya pun meminta saya untuk mendaftarkan diri saya pada kampus negeri di Surabaya yang masih buka. Sudah tutup. Hanya tersisa kampus negeri islam yang tak pernah masuk dalam bayangan saya. Hari terakhir pendaftaran, jam terakhir. Saya pun segera mendaftarkan diri saya, dengan mengikuti saran ibu saya untuk meletakkan pilihan jurusan Hubungan Internasional di kolom pertama. 

Di samping itu, diam-diam dan tanpa sepengetahuan kedua orangtua saya, saya sekaligus mengajukan beasiswa pada waktu yang bersamaan. Namun jiwa saya seolah bersenandung bahwa saya lebih baik tidak kuliah terlebih dahulu, ingin menghafal Al-Qur'an saja, sebab sebenarnya tujuan utama saya ingin kuliah di Mesir agar saya dapat kuliah sambil menghafal kalam-Nya. Di Maquro'. Namun kedua orangtua saya (khususnya ibu saya) terus menegaskan, "jikalau kampus terakhir ini kau tak lolos, kau boleh menentukan apa yang akan kau lakukan selama satu tahun ke depan".

Hanya pasrah, hanya berusaha mengikhlaskan, namun terus berdo'a yang terbaik. Dan Alhamdulillah beberapa waktu setelahnya saya mendapatkan kabar bahwa saya lolos seleksi, dan resmi menjadi mahasiswa di kampus negeri di Surabaya tersebut dengan beasiswa hingga lulus. Dan dilanjutkan dengan pencapaian mimpi saya untuk mengkhatamkan kalam-Nya beberapa bulan setelahnya. Tentu hal ini membuat orangtua saya terkejut hebat, sebab tanpa sepengetahuan mereka rupanya saya telah apply beasiswa di kampus. 

Allah tak pernah tidur, Allah tak pernah lalai akan hamba-Nya, sebagaimana yang telah tercantum dalam ayat suci Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 126 :

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

.

Demikianlah akhir perjuangan kami, gerbang perkuliahan telah berhasil kami gapai dengan banyak sekali teguran dari Allah, bahwa kita boleh bermimpi, namun jangan terlalu idealis hingga akhirnya tidak mengambil pencapaian yang baik. Ayah saya pun selalu berkata, "bahwa tugas manusia hanyalah berdo'a dan berusaha. Perihal hasil itu urusan Allah, manusia tak perlu menyibukkan diri dan memusingkan hasil usahanya yang sudah pasti Allah tetapkan dengan sangat baik". Yang penting yakin saja pada Allah. Selalu katakan pada diri sendiri, "Ya Allah, saya yakin, saya yakin, saya yakin. Engkau pasti, Engkau pasti, Engkau pasti. Maha Kuasa, Maha Kuasa, Maha Kuasa. Untuk mewujudkan segala impian kami, menuju keridhoan-Mu".

Namun itulah manusia, terkadang merasa kurang puas dengan apa yang telah ia raih, hingga kala garis finish telah ia lewati sekalipun, ia baru tersadar, bahwa ia tidak dapat lagi meraih segala asa sebab pencapaiannya (masa usahanya) cukup sampai disitu saja. 

Nihaq telah selesai mengurus pemberkasannya untuk pembuatan visa pelajar di kedutaan Turki. Mungkin sekitar bulan depan ia akan meluncur ke negeri dua benua itu. Dan saya terus berusaha mencintai apa yang saya geluti saat ini. 

Mungkin itulah buah keikhlasan, ketika kita telah benar-benar ikhlas melepaskan, Allah akan ganti rasa ikhlas kita dengan kejutan yang "min haisu laa yahtasib", dari segala penjuru, tanpa disangka-sangka, bahkan tidak dapat dilogika oleh manusia. 

Allah memang Maha Baik, Allah Maha Romantis, lihat saja, para pendosa yang tiada kemampuan saja (spt kita) namun Allah tetap berikan yang terbaik. Apalagi jikalau kita berusaha dengan ibadah yang lebih-lebih, tentu hasilnya tiada akan pernah mengecewakan. 

Mungkin hanya itu kurang lebih yang dapat saya tuliskan mengenai kisah "Dia, Saya dan Keputusan Sang Pencipta", semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.

Selamat Berburu Ridho Allah..  :) :)

_OyekJiddan_

1 komentar: